Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) telah melakukan analisis terhadap laporan dari keluarga Dini Sera Afrianti soal vonis bebas hakim PN Surabaya terhadap terdakwa Ronald Tannur.
Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan laporan keluarga Dini terkait tiga hakim PN Surabaya telah diterima pada Senin (29/7/2024). Sesuai aturan KY No.5/2015, laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti untuk dianalisis.
Dia mengungkapkan bahwa, usai laporan diterima maka bakal dilanjutkan ke tahap administrasi untuk menyatakan laporan tersebut ditindaklanjuti atau tidak. Apabila dilanjutkan, maka KY akan segera memeriksa sejumlah pihak.
"Jika ditindaklanjuti maka akan dilakukan pemeriksaan terhadap pelapor, terhadap saksi-saksi, dan terakhir terhadap majelis hakim," ujarnya saat dihubungi, Selasa (30/7/2024).
Di samping itu, pihaknya juga telah menerjunkan tim investigasi atas vonis bebas Ronald Tannur. Tim ini diterjunkan untuk membuat terang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
Namun, kata Mukti, untuk hasilnya masih belum bisa diungkapkan ke publik lantaran bersifat tertutup. Di sisi lain, dia juga menyatakan sampai saat ini pihaknya belum menerima salinan vonis utuh kasus pembunuhan Dini Sera dari PN Surabaya.
Baca Juga
"Sehingga KY belum bisa mendalami dan mempelajari dari putusan tersebut, yang biasanya menjadi indikasi-indikasi kemungkinan adanya pelanggaran KEPPH," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik menyatakan, Ronald yang merupakan putra dari anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," ujarnya di Surabaya, Rabu (24/7/2024).
Hakim juga menganggap terdakwa masih ada upaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis yang dibuktikan dengan upaya terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Sebagai informasi, putusan itu jauh dengan tuntutan JPU yang menuntut terdakwa selama 12 tahun penjara karena dianggap terbukti dalam dakwaan pertama yakni pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.